Minggu, 15 Juni 2014

Bapak

Pak, apa kau tak lelah mengayuh sepedamu? Setiap hari kau harus berangkat kerja menggunakan kendaraan beroda dua itu. Padahal usiamu sudah hampir kepala lima.
Pak, apa kakimu masih kuat? Satu jam penuh kau harus rela mengerahkan seluruh tenagamu demi aku, ibu dan adikku.
Bagaimana pekerjaanmu di sana? Aku ingin sekali melihat perjuanganmu untuk mendapatkan pundi-pundi uang. Agar aku bisa bersekolah, agar adikku bisa membeli seragam, dan agar ibu dapat membeli beras.
Pak, kulit keriputmu semakin terlihat, kau semakin tua, Pak. Apa kau tak ingin beristirahat walau sebentar?
Pak, rambut putihmu mulai tumbuh. Apa kau akan menjadi seorang kakek-kakek?
Pak, aku rindu bercerita denganmu. Semenjak aku menjadi siswa SMK, aku jarang bercerita lagi padamu. Bukankah dulu kita sering habiskan waktu bersama di rumah? Bersama ibu, adik, dan kakak?
Pak, aku rindu shalat berjamaah denganmu. Bukankah dulu kita sering berjamaah?
Pak, apa kau pernah marah padaku? Yang aku tahu, kau selalu tersenyum, melihat nilaiku yang kurang memuaskan.
Pak, apa kau tidak letih, apa kau tidak bosan, bekerja banting tulang demi kami?
Senyum ketirmu, begitu mengiris, pilu. Tatkala yang lain meremehkanmu, aku bangga padamu. Kau ciptakan cinta di dalam keluarga. Kau selalu berusaha tegar saat dunia mencoba merobohkan semangatmu. Kau ajarkan aku shalat, kau ajarkan aku adab yang baik, kau ajarkan aku segalanya. Apa yang bisa kuperbuat untuk menggantikan semua peluh yang telah menetes itu?
Pak, aku selalu ingin menangis saat melihatmu tertidur. Bagaimana jika mata itu tak bisa terbuka lagi? Bagaimana jika tangan itu tak bisa kucium lagi? Bagaimana jika tubuh itu tak bisa kupeluk lagi? Bagaimana jika senyum itu tak dapat kulihat lagi? Meskipun surga ada di telapak kaki ibu, aku tetap menghormati dan aku bangga pada Bapak.
Pak, aku mencintaimu karena Allah.
Semoga Dia memberiku waktu agar dapat membuatmu bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar