Jumat, 25 Juli 2014

Untuk Mamah dan Bapak Tercinta

Bismillah

Yaa Robb, kau titipkan aku rasa cinta yang begitu indah. UntukMu, dan untuk kedua orang tuaku. Kau telah memberiku nikmat tanpa batas. Kau beri aku kasih sayang orang tua yang tak terhingga. Mereka rela bekerja banting tulang demi menyekolahkanku. Demi kehidupanku di masa yang akan datang.
Tapi apa aku ini, Ya Robb? Sering aku membuat cairan kristal itu menetes dari pelupuk matanya..
Sering aku menyakiti hatinya. Anak macam apa aku ini, Ya Robb?

Apa yang bisa kuperbuat agar mereka bahagia? Setitik saja kebahagiaan itu rasanya sulit sekali kuberikan pada mereka. Padahal mereka begitu bersemangat membuatku bahagia...
Mamah, yang sering berusaha menjadi penggemar setiaku. Tak jarang, ia selalu mengagumi karya-karyaku. Meski dengan kalimat yang tak halus untuk kudengar. Tapi aku tahu, ia ingin aku menjadi lebih baik. Beliau rela bangun pagi untuk menyiapkan semuanya, lantas pergi mencari pundi-pundi uang untuk kami --aku dan adikku--.
Bapak, yang kesabarannya membuatku kagum. Jarang mengeluh, meski dalam hatinya aku tahu, ia ingin sekali membahagiakanku seperti ayah-ayah yang lainnya.
Tapi itulah mereka, kesederhanaannya mampu membuatku merasa nyaman. Mampu membuatku merasa dicintai, ketika yang lain tak mau mendengar.

Aku bisa apa, Ya Robb? Ucapan maaf pun rasanya takkan mampu mengganti rasa sakit yang telah mereka rasakan.
Rasanya ingin sekali tangan ini memeluk erat tubuhnya, dan berkata, "Aku bangga menjadi anak mamah dan bapak," lalu ku kecup tangannya yang mulai berkeriput.
Ingin rasanya menggantikan rutinitas mereka yang begitu menguras tenaga. Kemudian menukarnya dengan beberapa lembar uang.
Apa aku telah menzholimi mereka, Ya Robb? Tangan ini sama sekali belum pernah menyeka air mata mereka.
Bibir ini sungguh kelu, saat ingin meminta maaf.
Ya Robb, muliakan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka melebihi sayangku untuknya.
Sungguh, aku sangat menyayangi mereka. Aku hanya bisa berbicara lewat kata, lewat narasi. Selebihnya, aku hanya bisa diam. Aku diam karena aku sayang, aku tak ingin lisanku menyakiti mereka lebih banyak lagi.
Ya Robb, izinkan aku membahagiakan mereka, mengangkat derajat mereka di sisiMu. Kumohon permudahkanlah...
Aamiin..

Selasa, 22 Juli 2014

Harapan Kecil yang Besar

Beberapa kali kucoba mengingatnya
Tak paham
Ingatan itu telah rapuh
Bak sarang laba-laba
Terkoyak lalu hancur

Atau mungkin aku terlalu menikmati
Hingga sakit itu sudah tak kuanggap lagi
Bagai debu yang tersapu angin
Lenyap

Kau tak pernah menyadari
Aku sering mengintai duniamu
Dunia nyata
Ataupun dunia mayamu
Hingga aku merasa bahagia
Meski kadang terluka

Aku tak apa-apa
Sungguh
Melihat satu garis senyummu saja
Aku sudah (sangat) bahagia

Kau, yang mampu mengalihkan duniaku
Hanya sekejap saja

Sayangnya, aku hanya seorang wanita
Tak bisa apa-apa
Hanya bisa menanti
Menatap dari jauh
Berdoa dalam sujudku
Meminta yang terbaik pada-Nya

Jika namamu yang tertulis di buku (Lauhul Mahfudz) itu
Semoga Allah mengindahkan kita dalam hati masing-masing
Meski mungkin, hatimu sempat dipinjam yang lain
Namun ku percaya
Kau adalah pria yang setia
Yang akan mencintaiku seutuhnya
Mencintaiku karena-Nya
Dan selalu berusaha agar aku selalu dekat dengan-Nya

Terima kasih
Aku mencintaimu yang mencintaiku karena-Nya~

Minggu, 13 Juli 2014

Bongkahan kalimat yang terpendam

Beberapa bulan terakhir ini, aku merasa istimewa. Dicintai seseorang yang terlihat tulus. Aku tak pernah tahu bagaimana perasaannya. Aku tak pernah tahu apakah lisannya sejalan dengan hatinya? Dan aku tak mau tahu.
Perlahan, cinta itu mulai tumbuh. Puluhan bahkan ratusan kali aku mengelak atas perasaan ini, tapi memang benar. Usahanya untuk membuatku jatuh hati pun berhasil. Aku jatuh cinta lagi. Setelah beberapa tahun lamanya aku tak merasakan dicintai oleh seorang lelaki selain ayah dan adikku.

Kebahagiaan menyelimutiku. Meski terkadang aku harus merasakan bimbang akibat perasaanku sendiri. Aku gagal fokus. Cinta memang tak bisa dipaksakan, tidak bisa langsung datang hanya beberapa minggu atau bulan.
Aku terus berusaha mencintainya. Berharap perasaan itu setara dengan apa yang ia berikan. Namun, semakin kupaksakan, yang kurasa bukan lagi cinta, tapi kasihan. Ya, aku memang jahat. Tapi apa daya, aku tak bisa berbuat apa-apa.

Menjauh. Memang ini terdengar sakit, bahkan sangat sakit. Tapi, lebih sakit mana dengan mencintainya dengan penuh keraguan? Kegamangan? Kepalsuan dan dusta-dusta yang aku tampakkan padanya?
LEBIH JAHAT MANA? Maka aku putuskan agar dia membenciku. Aku tak peduli apa yang akan orang-orang katakan padaku. Jahat? Tak punya hati? Atau apapun. Aku sungguh TAK PEDULI!

Lelah. Aku selalu dihantui perasaan bersalah. Aku belum bisa mencintainya. Maka aku putuskan untuk mencintaiNYA. Agar aku dapat mencintai seseorang karenaNYA.
JanjiNYA itu pasti. Terdapat dalam QS AN-NUR ayat 26.
Jika dia akan membenciku dan melupakanku, aku tak apa. Memang seharusnya begitu, aku lebih pantas diperlakukan seperti itu. Tapi, tak ada sedikitpun niat untuk menyakitinya. Aku menyayanginya sebagai seorang muslim, sebagai saudara seiman. Apa daya, dia menyayangiku lebih dari itu. Aku tak meminta, aku tak pernah mengemis.
Aku hanya ingin kebahagiaan sebagai wanita pada usiaku. Biarlah aku rubah semua sifat burukku.
Jika ia akan datang kembali, hatinya pasti Allah gerakkan untuk menuju diriku kembali. Namun jika ia sudah terlampau benci, ia pasti tak akan datang kembali. Akan ada yang datang nanti. Entah siapa...

Aku tak ingin mengkhianati pasanganku di masa depan. Maka dari itu, aku ingin menyendiri. Biarlah keluarga dan sahabat yang menemaniku. Tak terkecuali, Allah dan Al-Qur'an. Itulah yang akan menemaniku kelak. Nanti, jika waktunya tiba, seseorang akan datang untuk segera mengkhitbah lalu menikahiku. Jika tidak, biarkanlah aku menjadi bidadari di syurga. Bertemu dengan jodohku di sana. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin.

Meski terkesan dewasa, tak apalah. Sudah saatnya aku berpikir seperti ini.
Biarkan ini menjadi pengalaman yang menjadi guru terbaik di masa depanku.
Terima kasih telah datang ke kehidupanku dan memberiku kasih sayang yang tulus, yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Barakallah...

Cinta Sejati itu Menyembuhkan bukan Menyakitkan

Banyak orang mengatakan, "Cinta sejati itu menyembuhkan, bukan menyakitkan."
Aku setuju. Dan jika kau mencintainya, namun hanya derita, resah, dan gelisah yang kau dapat, itu bukan cinta. Menjauhlah. Itu lebih baik daripada harus menyakitinya lebih lama. Kau kira dicintai tanpa mencintai itu perkara 'enak'?
TIDAK! Setiap hari kau harus dihantui perasaan bersalah. Makan pun tak enak, ini lebih dari mencintai tanpa dicintai. Lebih sakit, teramat sakit.

You CAN MOVE ON!

Jangan membuat orang yang kau sayang semakin bersalah atas perasaan yang kau punya. Jika kau sayang, sudahlah, ucapkan dalam hati. Jika kau rindu, ucapkanlah pada pemiliknya, Allah SWT.
Baik, ini bukan perkara mudah, tapi bagi saya ini lebih baik. Ketimbang harus membuat orang lain terluka.
Relakah membuat orang yang kau sayang menangis? Sanggupkah kau untuk menanggung beban kesedihannya?
Cinta takkan egois, Saudaraku.
Semoga menjadi bahan renungan.
Barakallah...

Jumat, 11 Juli 2014

Suara yang Tak Tersampaikan

Jika aku menuruti hati kecilku
Sudah sejak lama kukatakan rindu yang bergejolak
Jika aku menuruti bibirku
Sejak awal pun sudah kukatakan sayang padanya
Namun diri
Merasa belum cukup ilmu
Merasa belum cukup pengetahuan
Merasa belum pantas
jika harus bersanding denganmu

Apakah setiap rindu harus diketahui keberadaannya?
Apakah hari itu juga harus kau katakan?
Apakah cinta sama sekali tak bisa terpendam?
Seperti cinta Sayyidina Ali dan Fatimah Az-zahra???

Syetan apa yang membisikkan telingamu?
Hingga kau mengoyak imanku?
Hasutan apalagi yang mereka katakan padamu?
Agar aku pun mengatakan cinta sebelum waktunya?

Aku tak ingin membencimu
Aku pun tak ingin menjauhimu
Aku hanya ingin menegaska
Aku tak seperti mereka
Yang haus akan perhatian dan kasih sayang
Dari kekasih yang entah berjodoh atau tidak

Aku merasa belum cukup
Untuk bersamamu merajut kasih
Aku tahu kau mengerti prinsipku
Tapi tolong, biar aku saja
Biar aku sendiri menikmati perasaan ini
Biar aku saja yang menelan pahit rindu padamu

Saudaraku belum merasakan kasih sayangku
Orang tuaku pun belum sempurna mereguk cinta kasihku
Saudara muslimku pun belum mampu kuperhatikan
Biarlah secara perlahan aku mencintai
Padamu, pada mereka dan padaNYA

Usahlah kau sebut-sebut rindu itu
Aku tahu
Aku merasakan
Aku tak bisa ungkapkan lagi
Aku tak ingin rasa itu hambar nantinya
Bisakah kau mengerti?

Rabu, 09 Juli 2014

Hijrahku

Jalan hijrah yang berliku
Tak semulus yang ku kira
Tikungan tajam yang kualami
Membuatku harus terjatuh dan terjatuh lagi

Jalan hijrah yang tak mudah
Terkadang harus ada tangisan
Deraian air mata
Harus meninggalkan kebiasaan yang dulu aku kerjakan
Tapi tak diridhoi-Nya

Jalan hijrah yang ku tempuh
Jalannya tak lurus
Jalannya tak mulus

Jalan hijrah
Tak pernah ada yang mudah
Tak ada yang tak tajam
Tak ada yang tak berjurang

Hijrah
Terkadang aku harus menangis
Terkadang aku harus merintih
Meronta-ronta
Mengapa aku harus hijrah?

Hijrah
Agar bisa lebih baik
Agar bisa lebih baik
Agar bisa lebih baik
Itulah jawabannya
Agar lebih disayang Dia
Rabb semesta alam

Hijrahku
Memang tak semudah yang kuduga
Jalannya berliku tajam
Penuh onak dan duri

Meski harus meninggalkan aktivitas dunia yang fana
Yang menyenangkan
Asal Allah sayang, aku tak apa...
Allah, bantu aku dan saudara/saudariku untuk berhijrah
Kami rindu padaMU...

Jumat, 04 Juli 2014

Untuk Separuh Hati

Bismillah

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Kalian pernah memiliki perasaan yang tak bisa diungkapkan?
Bagaimana rasanya?
Masya Allah, nikmaaaatttttt sekali.
Sementara yang lain sibuk mengungkapkan perasaannya, kau hanya bisa mendoakannya. Hanya bisa memeluknya dalam doamu.
Sesekali kau sapa, meski mungkin sebenarnya itu dapat mengganggu hatinya, atau bahkan imannya. Astaghfirullah. Tapi, rindu memang sudah tak bisa dielakkan lagi, tak bisa ditolerir lagi...

Terkadang ia sisipkan amarahnya karena ketidaktegasanmu, namun apa kau tahu yang sebenarnya? Sungguh, ia benar-benar peduli padamu. Tanpa harus kujelaskan lagi, seseorang yang seperti itu, perasaannya bisa lebih-lebih darimu. Peduli takkan pernah tumbuh tanpa kasih sayang. Peduli merupakan perasaan sayang yang tersembunyi.
Ia mungkin tak tahu bagaimana cara mengungkapkannya, atau mungkin malu pada Rabbnya. Karena ia sendiri belum mampu mencintai-Nya secara sempurna, bagaimana bisa ia mencintaimu?

Untuk separuh hati yang kini tengah gelisah.
Kau tak perlu tahu semuanya, karena tak semua perasaan mampu dikatakan, tak semua lisan fasih untuk mengucapkan. Pun tak semua rindu dapat tersampaikan.

Untuk separuh hati yang kini masih remang.
Pikirkan masa depan, cerahkan hatimu. Isilah dengan tilawah Al-Qur'an, in syaa Allah hati akan tenang, IN SYAA ALLAH...

Untuk separuh hati yang kini kian meradang.
Kuharap, kau tak terlalu memaksa hati. Allah bisa dengan mudahnya mengembalikan hatimu seperti semula.

Yang terlihat dingin, mungkin dalam sujudnya selalu mendoakan.
Atau yang agresif, mungkin menyisipkan yang lain dalam hatinya. Hanya Allah dan diri sendirilah yang tahu.

Mungkin yang terlihat dingin, mencoba menghindar dari rasa sakit yang mungkin juga pernah mengecap hatimu, mencoba melindungimu dari kecewa yang berkepanjangan.
Semoga hatimu dan hatinya saling melindungi. Suatu hari, jawaban dari setiap sujud panjangmu akan terungkap, bersamaan dengan kualitas dirimu. Apakah lebih baik atau sebaliknya...
Wallahu a'lam.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakaatuh.

Selasa, 01 Juli 2014

Maafkan Kami

Bismillah
(Sebuah catatan untuk para lelaki, dari kami, kaum perempuan yang sedang berusaha untuk berubah)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Saudaraku, ini hanya kalimat-kalimat singkat yang ingin kami sampaikan. Bacalah hanya lima menit. Ini dari lubuk hati kami yang paling dalam... *ciaelaah*

Saudaraku, maafkan kami yang masih sulit untuk menutup aurat secara sempurna. Maafkan kami yang sering menjadi penyebabmu untuk melakukan dosa.
Saudaraku, kami hanyalah wanita akhir zaman yang butuh bimbingan. Kami masih sering melakukan salah. Pakaian kami masih memperlihatkan lekuk tubuh kami. Jika kalian melihat kami seperti itu, jangan segan-segan, TEGURLAH kami. Bagaimanapun caranya, karena (mungkin) kami tidak tahu bahwa itu salah.
Saudaraku, akhir-akhir ini kami sering mendengar, kau mengeluhkan kami. Yang menggodamu lewat pose-pose di media sosial kami.
Saudaraku, kami tahu, kau juga hanya seorang lelaki di akhir zaman. Namun sekali lagi kami tegaskan, TEGURLAH kami!
Saudaraku, maafkan kami. Lisan kami sering menyakitimu, yang tengah menasihati kami.
Kami susah untuk diberi tahu, kami susah untuk dinasihati, kami sulit menerima pesan baik darimu.
ASTAGHFIRULLAHAL'AZHIIM...
Saudaraku, maafkan kami yang telah mendzolimimu.
Kami harap, kau bisa menjaga diri dari kesalahan kami. Kami harap, imanmu kuat untuk menghadapi kami.
Maafkan atas kesalahan kami.
Jangan pernah takut, jangan segan apalagi ragu untuk MENEGUR kami. Insya Allah kami siap menerima.
Bantulah kami, Saudaraku.
Kami juga ingin membuat kalian tenang hidup di bumi Allah. Kami juga ingin bersama menuju syurgaNya.
Kau mau bantu kami, kan, Saudaraku?
Mungkin hanya itu yang bisa kami sampaikan, walau sebenarnya sejuta kata ingin kutumpahkan di sini.
Terima kasih atas pengertiannya, semoga kami dan dirimu terus bermuhasabah diri. Aamiin.



Tertanda,
Wanita Akhir Zaman

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.