Minggu, 13 Juli 2014

Bongkahan kalimat yang terpendam

Beberapa bulan terakhir ini, aku merasa istimewa. Dicintai seseorang yang terlihat tulus. Aku tak pernah tahu bagaimana perasaannya. Aku tak pernah tahu apakah lisannya sejalan dengan hatinya? Dan aku tak mau tahu.
Perlahan, cinta itu mulai tumbuh. Puluhan bahkan ratusan kali aku mengelak atas perasaan ini, tapi memang benar. Usahanya untuk membuatku jatuh hati pun berhasil. Aku jatuh cinta lagi. Setelah beberapa tahun lamanya aku tak merasakan dicintai oleh seorang lelaki selain ayah dan adikku.

Kebahagiaan menyelimutiku. Meski terkadang aku harus merasakan bimbang akibat perasaanku sendiri. Aku gagal fokus. Cinta memang tak bisa dipaksakan, tidak bisa langsung datang hanya beberapa minggu atau bulan.
Aku terus berusaha mencintainya. Berharap perasaan itu setara dengan apa yang ia berikan. Namun, semakin kupaksakan, yang kurasa bukan lagi cinta, tapi kasihan. Ya, aku memang jahat. Tapi apa daya, aku tak bisa berbuat apa-apa.

Menjauh. Memang ini terdengar sakit, bahkan sangat sakit. Tapi, lebih sakit mana dengan mencintainya dengan penuh keraguan? Kegamangan? Kepalsuan dan dusta-dusta yang aku tampakkan padanya?
LEBIH JAHAT MANA? Maka aku putuskan agar dia membenciku. Aku tak peduli apa yang akan orang-orang katakan padaku. Jahat? Tak punya hati? Atau apapun. Aku sungguh TAK PEDULI!

Lelah. Aku selalu dihantui perasaan bersalah. Aku belum bisa mencintainya. Maka aku putuskan untuk mencintaiNYA. Agar aku dapat mencintai seseorang karenaNYA.
JanjiNYA itu pasti. Terdapat dalam QS AN-NUR ayat 26.
Jika dia akan membenciku dan melupakanku, aku tak apa. Memang seharusnya begitu, aku lebih pantas diperlakukan seperti itu. Tapi, tak ada sedikitpun niat untuk menyakitinya. Aku menyayanginya sebagai seorang muslim, sebagai saudara seiman. Apa daya, dia menyayangiku lebih dari itu. Aku tak meminta, aku tak pernah mengemis.
Aku hanya ingin kebahagiaan sebagai wanita pada usiaku. Biarlah aku rubah semua sifat burukku.
Jika ia akan datang kembali, hatinya pasti Allah gerakkan untuk menuju diriku kembali. Namun jika ia sudah terlampau benci, ia pasti tak akan datang kembali. Akan ada yang datang nanti. Entah siapa...

Aku tak ingin mengkhianati pasanganku di masa depan. Maka dari itu, aku ingin menyendiri. Biarlah keluarga dan sahabat yang menemaniku. Tak terkecuali, Allah dan Al-Qur'an. Itulah yang akan menemaniku kelak. Nanti, jika waktunya tiba, seseorang akan datang untuk segera mengkhitbah lalu menikahiku. Jika tidak, biarkanlah aku menjadi bidadari di syurga. Bertemu dengan jodohku di sana. Aamiin Yaa Robbal 'alamiin.

Meski terkesan dewasa, tak apalah. Sudah saatnya aku berpikir seperti ini.
Biarkan ini menjadi pengalaman yang menjadi guru terbaik di masa depanku.
Terima kasih telah datang ke kehidupanku dan memberiku kasih sayang yang tulus, yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Barakallah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar